DI TULIS OLEH Ninanoor
Sumber : seword.com
Pilpres 2019 kali ini memang kocak koplak gimana gitu ya. Mungkin kalau waktu itu Prabowo menerima hasil rekomendasi ijtimak ulama 1, yakni Salim Segaf Al Jufri dari PKS menjadi cawapres (karena Ustadz Abdul Somad kan nggak mau katanya), kondisinya nggak akan sekocak ini. Akan lebih serius. Narasi-narasi yang dibangun lebih menjurus ke “peperangan” dengan balutan agama. Seruan jihad di sana sini akan banyak dilontarkan ketimbang cerita “Ibu Lia habis duit RP 100 ribu di pasar cuma dapat cabai dan bawang” atau “tempe setipis kartu ATM”. Ya nggak tahu gimana caranya nanti Prabowo menghimpun suara generasi milenial muda, jika cawapresnya dari PKS itu.
Kenyataannya, yang dipilih adalah Sandiaga Uno. Yang kelakuannya ketika menjabat sebagai Wakil Gubernur DKI Jakarta juga rada-rada konyol. Sok tahu sih iya. Masih ingat kan dengan blunder besarnya menyamakan pemerintahan Presiden Jokowi di Indonesia dengan pemerintahan (mantan) Perdana Menteri Malaysia Najib Razak yang terkenal korup itu? Akhirnya Sandiaga mendapat peringatan (warning) dari Kemendagri. Dari kasus ini saja kita bisa menakar bagaimana kualifikasi seorang Sandiaga. Mungkin dia ini sebagai pengusaha pintar dan aktif berorganisasi. Namun dia masih kagok dan tidak paham caranya menjadi pejabat publik. Atau jangan-jangan juga masih kurang paham tupoksi (tugas pokok dan fungsi) seorang kepala daerah?
Jadi setiap kali Sandiaga melontarkan kritik, maaf, saya kok jadi ketawa. Dia selalu menganggap penonton dan pendengar kritiknya itu adalah kalangan emak-emak yang biasanya mengkerubutinya, minta foto selfie atau wefie. Dia kira kalau mau kritik ya tinggal ngomong aja. Nggak perlu ditunjang data dan fakta. Kalaupun perlu fakta, dia tinggal sebut nama Bu Narti, Bu Lia, dan Ibu-Ibu lainnya. Disertai dengan cerita-cerita macam RP 100 ribu ke pasar hanya dapat cabai dan bawang, terus akhirnya bertengkar sama suaminya. Dia kira 260 juta penduduk Indonesia itu akan menelan mentah-mentah cerita model itu. Kasihan bener ya rakyat Indonesia yang sudah sekolah tinggi-tinggi, emak-emak yang cerdas beneran, dan para karyawan kantor yang educated dan qualified.
Apa bedanya omongan Sandiaga dengan para mahasiswa demo itu ya? Yang menuntut ini itu terhadap pemerintah, tanpa tahu kalau sebenarnya pemerintah pun sudah melakukan hal itu jauh-jauh hari sebelumnya. Misalnya menjaga kestabilan harga bahan pokok. Ada lagi para mahasiswa yang menuntut pemerintah menyelamatkan demokrasi Indonesia, entah maksudnya apa. Apakah demokrasi di Indonesia sedang jatuh? Sedang terluka? Sedang galau? Mereka juga menuntut Jokowi turun, lalu mereka membakar pocong dan foto Jokowi. Maksudnya apa?
Lihat saja contoh kritik Sandiaga. Dia menuding pemerintah mengontrol dan mendikte data kemiskinan dan data pengangguran. Pengontrolan data itu, kata dia, membuat tingkat kemiskinan dan pengangguran seolah-olah turun, padahal berbeda dengan kenyataan di lapangan. Padahal independensi BPS (Badan Pusat Statistik) itu ada aturan dan undang undangnya. Konyolnya, ketika masih menjadi Wagub DKI Jakarta, Sandiaga memakai data kemiskinan dari BPS untuk menyebut turunnya angka kemiskinan di DKI Jakarta. Kan ngaco! Tuh ada artikel beritanya di bawah ini.
Yang terakhir ini, Sandiaga sok mengkritik pembangunan infrastruktur. Katanya tidak terlalu berdampak langsung pada penyediaan lapangan kerja. "Tidak memiliki efek yang signifikan dan substansial," ujarnya. Tapi dia sendiri kalau ditanya program penciptaan lapangan pekerjaan, hanya bisa menyebut program OK OCE, yang di Jakarta saja nggak jelas nasibnya. Itu di Jakarta lho, yang infrastrukturnya bagus. Kalau di pelosok mau bikin OK OCE Mart di dalam hutan yang nggak ada jalannya, gimana cara?
Oleh karena itu, ketika Menteri Keuangan Sri Mulyani melontarkan pesan sindiran pada para mahasiswa yang berdemo. Yang kena justru Sandiaga! Menurut Sri Mulyani, banyak masyarakat Indonesia memiliki kemampuan untuk mengidentifikasi masalah, dalam hal ini berkaitan dengan perekonomian negara. "Ahli mencari masalah itu banyak sekali, menyatakan Indonesia belum begini atau belum begitu,” ujarnya. Kepada mahasiwa Sri Mulyani meminta agar sebelum mengkritik mereka membaca sejumlah data dari berbagai sumber. "Yang paling penting meningkatkan kualitas mahasiswa itu sendiri. Mahasiswa harus banyak membaca data,” kata Sri Mulyani.
Nah, Sandiaga coba didengar itu. Sebelum mengkritik, banyak baca data dulu.Juga cek jejak digital diri sendiri ya. Biar nggak malu-maluin kalau kebongkar plin-plannya.
Demikian kura-kura.
#JokowiLagi
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 Response to "Sri Mulyani Menyindir Mahasiswa, Eh Yang Kena Malah Sandiaga!"
✓ Jangan Lupa anda tinggalkan comment,karena Comment kalian Berharga Bagi saya
✓ Jika Blog ini Bermanfaat maka tidak ada salahnya untuk anda Share
✓ Manusia Jaman Sekarang Lebih Suka Membaca Informasi di Internet
✓ Jangan Fokus untuk memiliki Blog yang bagus,Fokuslah dalam membuat / Memposting konten konten / artikel artikel yang Bermanfaat